Inilah Ringkasan Khutbah Idulfitri Ketua PCM Cileungsi di Comal Pemalang Jawa Tengah
Pemalang – Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Comal menggelar Sholat Idul Fitri di Masjid At-Taqwa, Comal Pemalang, Jawa Tengah pada Senin(31/3) pagi. Dihadiri oleh ratusan jamaah, sholat id berlangsung dengan khidmat dan penuh kekhusyukan, dipimpin oleh imam sekaligus khatib Ustadz Mustopa Idris M.E.I. Ketua PCM Cileungsi, Kabupaten Bogor.
Dalam khutbahnya, khatib menyampaikan pesan tentang hari ini Ramadan telah pergi meninggalkan kita sekalian. Kepergian Ramadan tentu bukanlah tanpa kesan dan pesan. Paling tidak ada 6 pesan penting yang bisa kita jadikan pelajaran sebagai bukti berhasilnya Ramadan yang kita jalani. Dan 6 pesan ini seharusnya mampu kita jaga sebagai sebuah pegangan dalam menjalani aktivitas kehidupan kita sehari-hari selama 11 bulan ke depan.
- Ramadan mengajarkan kepada kita agar tidak gampang melakukan perbuatan dosa
Ibadah Ramadan yang kita kerjakan dengan sebaik-baiknya membuat kita telah mendapatkan jaminan ampunan dari Allah SWT atas dosa-dosa yang kita perbuat selama ini, sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw dalam sebuah hadist nya.
“Barangsiapa berpuasa Ramadan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).
Oleh karena itu, semestinya setelah melewati ibadah Ramadan ini kita tidak gampang lagi melakukan perbuatan dosa dihadapan Allah SWT. Apalagi secara harfiyah Ramadan artinya membakar, yakni membakar seluruh dosa yang pernah kita lakukan. Kalau dosa itu kita ibaratkan seperti pohon, maka kalau sudah dibakar, pohon itu tidak mudah tumbuh kembali, bahkan bisa jadi mati, sehingga dosa-dosa itu tidak mau kita lakukan lagi.
Dengan demikian, jangan sampai dosa yang kita tinggalkan pada bulan Ramadan itu hanya sekedar menahan diri untuk selanjutnya berbuat dosa kembali sesudah Ramadan berakhir, dengan kualitas dan kuantitas yang lebih besar. Kalau demikian jadinya, maka ibarat pohon, hal itu bukan dibakar, tapi hanya ditebang sehingga satu cabang ditebang tumbuh lagi tiga, empat bahkan lima cabang yang lain dalam beberapa waktu kemudian.
- Ramadan mengajarkan kepada kita untuk peduli terhadap orang lain
Dengan berpuasa, kita dapat merasakan bagaimana keadaan orang faqir dan miskin, yang hidupnya serba kekurangan. Lapar dan haus yang kita rasakan seharusnya dapat menumbuhkan empati dalam diri kita kepada mereka. Ketika kita merasa lapar dan haus, padahal hanya setahun sekali, maka para faqir itu bisa jadi mengalaminya setiap hari. Ketika meja makan kita dipenuhi hidangan lezat, mungkin dapur si faqir berhari-hari tak mengepulkan asap.
Ketika kita mengusap-usap perut kita yang kekenyangan, mungkin saat itu para faqir sedang mengorek-ngorek tempat sampah, mengais sisa-sisa makanan yang terbuang. Ketika kita dengan mudah membuang-buang makanan, pada saat itu bisa jadi para faqir tengah menangis kelaparan. Makanan yang kita anggap sisa bagi mereka boleh jadi lebih berharga dari emas dan permata Ramadan mengajarkan kepada kita untuk menjaga hubungan baik dengan Allah maupun dengan sesama manusia.
Bukankah salah satu ciri orang yang beramal utama di malam lailatul qadr adalah orang yang senantiasa meminta maaf atas dosa dan kesalahan yang dilakukannya? Sesuai dengan do’a yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw:
اللهم إنك عَفُوٌّكَرِيمٌتُحِبُالْعَفْوَفاعْفُعَ ِني
Allahumma innaka afuwwun (wahai Allah yang maha pema’af) tuhibbul afwa (engkau maha mencintai orang yang meminta ma’af) fa’fuanni (ma’afkan aku ya Allah, ma’afkan aku ya Allah).
Maka setelah kita minta maaf kepada Allah SWT, meminta ampun atas segala dosa dan kesalahan yang diperbuat, Ramadan berpesan jangan lupa kita juga harus minta maaf kepada sesama manusia. Karena salah satu ciri manusia bertaqwa dihadapan Allah SWT adalah wal aafiina aninnaas (mampu memaafkan atas kesalahan orang lain) karena dosa kepada manusia, tidak terhapus dengan sebab shalat lima waktu, karena dosa kepada manusia, tidak terhapus dengan sebab melaksanakan puasa 30 hari lamanya di bulan Ramadan, karena dosa kepada sesama manusia tidak terhapus dengan sebab melakukan ibadah haji dan umroh.
- Ramadan menanamkan rasa takut kepada Allah SWT
Pada siang hari dibulan Ramadan kita semua tidak makan dan tidak minum padahal makanan dan minuman itu halal. Kita tidak menggauli istri kita di siang hari, padahal istri dinikahi dulu dengan akad yang halal. Kita juga rela menahan lisan kita untuk tidak mengeluarkan kata-kata yang kotor bahkan kata-kata yang mengandung keburukan. Semua itu dapat kita tahan dan dapat kita lewati selama 29 sampai 30 hari lamanya, dengan sebab karena kita
takut kepada Allah. Takut ibadah kita menjadi ibadah yang sia-sia, takut menjadi bagian apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw.
رُبَّصَائِمٍحَ ُُظهُمِنْصِيَامِهِالجُوْعُوَالعَطَشُ
“Banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apaapa kecuali rasa lapar dan haus.”
Untuk itu yang perlu kita bawa setelah keluar dari Ramadan masuk pada bulan Syawal adalah rasa takut kepada Allah SWT. Karena takut kepada Allah SWT hari ini menjadi krisis kita dijaman sekarang, inilah yang menjadi krisis bangsa kita saat ini. Suami yang tidak takut lagi kepada Allah SWT dia biarkan istrinya memakai pakaian yang tidak sesuai syariat Islam. Laki-laki yang tidak takut lagi kepada Allah dia biarkan anak perempuannya menggunakan pakaian yang tidak menutup aurat. Pemimpin yang tidak takut lagi kepada Allah maka dia khianat terhadap amanah yang diberikan.
Ramadan seharusnya menjadikan diri kita semakin tunduk dan takut kepada Allah SWT, khususnya dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari. Apapun profesi kita, apapun pekerjaan kita, takutlah kepada Allah SWT. Seperti takutnya seorang laki-laki shaleh yang diajak berzina oleh perempuan yang cantik lagi mempunyai harta dan kedudukan yang tinggi. Apa yang dia katakan “Sesungguhnya aku takut kepada Allah SWT.” Dan balasan baginya adalah naungan dari Allah SWT di hari kiamat, ketika tidak ada lagi naungan dari siapapun kecuali dari amal perbuatan yang dilakukan.
- Ramadan mengajarkan kepada kita untuk senantiasa memakmurkan masjid
30 hari lamanya kita ramaikan shalat tarawih, kemudian dilanjutkan malamnya dengan tahajjud. Apa maknanya? Kita diajarkan untuk senantiasa meramaikan masjid. Ketika di Ramadan masjid ramai dengan suara tilawah, dzikir, takbir dan tasbih. Tapi ketika keluar Ramadan, masjid kembali sepi dan sunyi. Maka ini bukan menandakan berhasilnya Ramadan. Berhasilnya Ramadan bukan berarti ramai masjid di malam-malam Ramadan. Berhasilnya Ramadan bukan berarti ramai masjid dengan itikaf di 10 hari terakhir. Tetapi bukti berhasilnya Ramadan adalah ketika masjid mampu diramaikan dengan shalat-shalat berjamaah di luar bulan Ramadan.
6. Ramadan mengajarkan kepada kita untuk menjadi pribadi-pribadi yang jujur dalam kehidupan
Di saat berpuasa orang dilatih untuk jujur baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Sehingga setelah berakhirnya hari-hari Ramadan diharapkan tidak ada lagi tukang ukur yang mengurangi ukurannya. Tidak ada lagi tukang timbang yang mengurangi timbangannya. Tidak ada lagi tukang takar yang mengurangi takarannya. Tidak ada lagi atasan yang selingkuh dengan bawahannya. Serta lebih jauh dari itu tidak ada lagi korupsi dan manipulasi disegala sektor kehidupan.
Oleh karena itu ibadah puasa identik dengan pelatihan diri untuk bersikap jujur, Allah SWT memerintahkan di dalam Al-Quran kepada orang-orang yang beriman dan bertaqwa, untuk senantiasa menjaga kejujuran, berkumpul dengan dengan orang-orang yang benar dan memiliki kejujuran. (Disunting oleh Redaksi)
Sumber: