Prof M. Kana Sutrisna: Merawat Kemenangan dalam Fitrah Ketaqwaan
Cileungsi – Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Cileungsi kembali melaksanakan Pengajian Bulanan Putaran ke-5 pasca Idul Fitri 1445 H. Majelis Tabligh sebagai tim pelaksana menghadirkan pemateri yaitu Prof. Dr. H. M. Kana Sutrisna, M.M., M.Ag., M.Psi. yang dilaksanakan pada Sabtu (20/4) di Masjid Baiturrahim, Kampus B Perguruan Muhammadiyah Cileungsi.
Tampak jamaah tidak sepadat pengajian bulanan biasanya. Ada sebagian jamaah baik pengurus PCM, pengurus Ortom, Pengurus PRM, guru dan pegawai di lingkungan PCM Cileungsi yang masih dalam agenda mudik maupun perjalanan kembali dari kampung.
Mengangkat tema Merawat Kemenangan dalam Fitrah Ketaqwaan, Prof Kana begitu sapaan pemateri, mengajak jamaah untuk mengevaluasi secara pribadi tentang perjalanan ibadah di bulan Ramadan kemarin. Setelah dievaluasi, maka perlu adanya tindak lanjut untuk dapat mempertahankan apa-apa saja yang baik dan menghindari hal-hal yang tidak baik pada bulan-bulan selanjutnya. Dengan begitu, diharapkan kita dapat mendekati tingkat ketaqwaan yang dijanjikan Allah SWT dalam QS Al-baqarah ayat 183.
Tujuan akhir puasa adalah taqwa. Bertaqwa adalah menjalankan segala perintah Allah dengan maksimal, dan meninggalkan segala yg dilarang Allah dengan maksimal. Puasa diperintahkan Allah untuk orang-orang yg beriman. Iman adalah meyakini dalam hati, membenarkan dalam lisan, dan melakukan dengan perbuatan. Puasa ramadan dan rangkaian ibadah didalam yg dijalankan dengan ringan jika didasari prinsip dan iman yg kuat dalam diri. Pembelajaran dari puasa ramadan adalah menguatkan diri melawan hawa nafsu, memperkuat keimanan dari banyaknya ujian yg dihadapi, merasa bersyukur dan cukup atas apa yang diberikan oleh Allah SWT.
Di momentum idul fitri atau berlebaran, sering kita temui di masyarakat makanan khas yaitu ketupat. Filosofi ketupat di masyarakat Jawa yang didakwahkan oleh Sunan Kalijaga yaitu lebaran (memaafkan), luberan (memberi kebahagiaan), leburan (pengampunan), laburan (membuang hal-hal buruk). Sedangkan dalam masyarakat Sunda disebut Kupat yaitu ngaku lepat, merasa bersalah, maka budaya meminta maaf dan saling memaafkan selalu ada di saat idul fitri/lebaran.
Dengan hati yg lebar, membuka hati dan memaafkan, maka masalah kecil bahkan besar bisa selesai dan berusaha dimaafkan. Pentingnya setiap muslim untuk mengevaluasi hasil dari puasa ramadannya, agar mampu mengukur pencapaian keimanan dan ketaqwaan nya.
Dibelenggunya syaithan di bulan Ramadan untuk orang-orang yg menjalankan puasa dengan iman dan mengharap ridho Allah. Ciri bujuk rayu syaithan adalah ketika memilih sesuatu yg menyenangkan bagi diri kita diantara banyaknya pilihan.
Merawat kemenangan dengan cara : menerima segala perbedaan, memaafkan segala kesalahan, berteman dengan orang sholeh, menggiatkan membaca Al-Quran, mempelajari Al-Quran. (red)